5 Tips Merencanakan Kuliah dari Kompasianer
Ujian Nasional untuk tingkat Sekolah Menengah Atas telah selesai dilaksanakan beberapa waktu lalu. Bahkan nilai hasil UN pun telah dibagikan. Setelah melalui Ujian Nasional ini siswa tentu merasa lebih tenang karena tahapan terakhir mereka dalam jenjang pendidikan menengah atas telah berhasil dilewati.
Namun, tentu saja hal ini menjadi sebuah pijakan untuk melanjutkan ke tahapan yang lebih tinggi yaitu jenjang kuliah di Perguruan Tinggi.
Ketika siswa memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya, tentu ia harus menentukan pilihan akan melanjutkan di mana dan mengambil jurusan apa. Dan hal ini biasanya menjadi satu dilema untuk siswa itu sendiri.
Tidak sedikit siswa yang sulit memutuskan jurusan apa yang akan ia ambil dan perguruan tinggi mana yang akan ia tempati. Dilema ini muncul karena begitu banyaknya jurusan yang ditawarkan oleh berbagai perguruan tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta.
Kompasianer ternyata memiliki tips-tips menarik yang bisa Anda ikuti untuk menentukan pilihan, jurusan apa dan perguruan tinggi mana yang akan Anda ambil. Berikut ini adalah 5 tips memilih perguruan tinggi dan jurusan untuk Anda yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
1. Bingung Memilih Jurusan Kuliah?
Menurut Naftalia Kusumawardhani momen menjelang pendaftaran masuk perguruan tinggi biasanya diwarnai kedatangan para orangtua dan anak ke psikolog. Mereka ingin memastikan anaknya tidak salah memilih jurusan nantinya.
Atau juga konsultasi tentang jurusan apa yang sebaiknya dipilih oleh anaknya. Selain itu ada juga yang konflik antara orangtua dan anak. Keduanya bersikukuh dengan pilihan masing-masing.
Sebenarnya hasil amatan orangtua yang cukup cermat, mereka dapat membantu anak mengembangkan potensi anak-anaknya dalam tahun-tahun pertumbuhan selanjutnya.
Tapi persoalannya adalah keinginan orangtua yang ingin direalisasikan melalui anak. Kalau potensi anak dan keinginan orangtua klop, ya tidak masalah. Tapi kalau berbeda? Munculah konflik dan kebingungan.
Untuk menentukan pilihan ini, orang tua atau anak itu sendiri bisa memiliih sesuai 3 kriteria yang diberikan oleh Naftalia. Yaitu pertama, Kapasitas Intelektual. Kapasitas intelektual ini bisa didapat dari hasil tes IQ anak. Orang tua bisa melihat potensi pada anak dengan hasil tes ini.
Kedua, Kenali Hasrat Terdalam (Passion). Pertanyaan pemandu yang paling sederhana adalah “Ketika melakukan kegiatan atau hal apa yang membuat kamu bisa lupa segalanya? Perhatianmu seolah-olah terserap semuanya ke dalam kegiatan tersebut? Bahkan sakit pun tidak terasakan atau hilang?”. Kalau orangtua sudah memupuk bakat anak sejak kecil, pertanyaan itu mudah sekali jawabannya.
Ketiga, Kepribadian seseorang memainkan peranan penting dalam tiap pekerjaan yang diambil. Seseorang yang pendiam, lebih suka berdialog dengan dirinya sendiri, pemikir, bagus dalam menganalisa situasi lalu menuangkannya dalam bentuk tertulis, tidak akan bisa maksimal bila diharuskan bekerja sebagai humas atau public relation.
Sebaliknya, orang yang periang, senang bertemu banyak orang, merasa tersiksa bila tidak ngobrol dengan orang lain, pencerita yang baik, tidak bagus dalam administrasi, gampang bosan dengan rutinitas, akan menunjukkan kinerja negatif bila dipaksakan bekerja sebagai staf akuntansi.
2. Kuliah? Kerja? atau Keduanya?
Selain bingung memilih jurusan, siswa kadang juga dilema dalam memutuskan apakah akan melanjutkan kuliah atau akan bekerja.
Menurut Prasanth kuliah merupakan hal yang paling lazim dilakukan ketika anda lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Mereka yang berhasrat berkuliah pasti akan mengusahakan PTN atau PTS terbaik sebagai tempat mereka menimba ilmu.
Kerja juga merupakan sebuah kegiatan yang tidak sedikit dipilih ketika anda lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Bekerja tidak hanya memberikan anda penghasilan namun akan memberikan ada sebuah pengalaman.
Dengan mendapatkan pengalaman tersebut anda dapat merasa bahwa diri anda setahap lebih maju dari pada teman-teman anda yang memilih berkuliah.
Jadi menurut Prasanth, tidak ada salahnya jika kita mengkobinasikan keduanya. Kuliah dan bekerja tidaklah hal yang mustahil dilakukan karena sangat mungkin diantara anda bisa melakukan kuliah sambil bekerja.
Tentu dalam mengambil keputusan kuliah sambil bekerja terdapat resiko dan terkadang pula mereka yang melakukan kuliah sambil bekerja akan mengorbankan waktu dan tenaga yang dimilikinya.
Hal yang paling penting dilakukan dalam kuliah sambil bekerja adalah menentukan prioritas, manajemen waktu, komitmen dan profesional.
3. Pilih Kuliah di Universitas Negeri atau Swasta?
Pertama kali yang terpikir oleh siswa yang baru lulus SMA terutama bagi yang ingin meneruskan kuliah pastilah ingin masuk di Perguruan Tinggi dan memilih jurusan atau program studi sesuai cita-citanya masing-masing.
Heny Pratiwi juga merasakan hal serupa. Menurutnya, PTN mungkin akan jadi pilihan terbanyak, pesertanya selalu membludak, cukup asupan dana dari pemerintah, biaya kuliahnya pun cukup terjangkau (mengingat biaya kuliah sekarang dimana-mana memang rate nya sudah tinggi).
Sedangkan PTS di Indonesia juga banyak yang tidak kalah bagusnya dengan PTN. Akreditasinya A dan B, dosennya ramah dan kapabel, proses pelayanan studinya bagus, alumninya cepat terserap didunia kerja. Intinya pada saat ini baik itu Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta sama sama sejajar dalam meningkatkan kualitas mutu lulusan.
Heny juga mengatakan ada beberapa bukti keunggulan PTS yang ada di Indonesia, yaitu:
Pertama fasilitas. Kampus Swasta biaya yang dikeluarkan memang lebih mahal, ini wajar karena ada harga ada rupa dan dengan biaya yang demikian itu kita juga akan mendapatkan fasilitas penunjang yang baik.
Kedua, Proses Pembelajaran yang Berkualitas Saat ini kuliah di kampus swasta juga sangat berkualitas, PTS di Indonesia berlomba lomba menampilkan prestasi terbaik dari mahasiswanya.
Ketiga, lulusan/alumni berkualitas. Keempat akreditasi. Sudah banyak pula PTS yang akreditasinya sangat baik saat ini, hal ini karena PTS juga sudah aware untuk menjalankan SPMI sebaik mungkin sehingga dapat meningkatkan kepuasan mahasiswa dan masyarakat.
4. Mau Kuliah: Bingung Pilih Jurusan atau Pekerjaan?
Yudi Kurniawan bercerita bahwa ketika ia menuliskan artikelnya ini, ia mendapatkan banyak sekali surel (email). Banyak sekali yang bertanya tentang pemilihan jurusan untuk sarjana bidang studi tertentu.
Dalam memilih jurusan, biasanya ada peran orang tua yang seringkali lebih besar keinginannya daripada siswa itu sendiri. Pertanyaan klasik yang kerap terdengar: Kalau kamu pilih jurusan X, nanti kamu mau kerja apa? Salahkah jika orangtua bertanya demikian? Tidak, sama sekali tidak salah.
Namun apapun jurusan yang dipilih asalkan ia punya komitmen dan kecintaan terhadap pilihannya, maka ia akan sukses berkarir.
Lalu bagaimana cara menghadapi orangtua yang keras dan tidak kenal kompromi pada anaknya? Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh anak. Pertama, sekeras-kerasnya orangtua, yakinlah bahwa beliau pasti ingin pilihan terbaik untuk anaknya. Hanya saja, ada orangtua yang tidak bisa menyampaikan hal tersebut dengan baik.
Kedua, mendapatkan kepercayaan dari orangtua memang gampang-gampang susah. Kalau selama ini anaknya mudah diatur dan bisa menunjukkan sikap yang bertanggungjawab, biasanya orangtua akan percaya.
Ketiga, buatlah target dan komitmen antara kamu dan orangtua. Cara ini memiliki dua fungsi, untuk membuktikan kedewasaanmu dan menguatkan posisi anak untuk ikut memutuskan. Yakinkan orangtua dengan target yang jelas dan mungkin untuk dicapai. keempat, perbanyaklah berdoa untuk meluluhkan hati orangtua.
5. Tips-tips Agar Diterima Kuliah di Luar Negeri
Terkadang seorang anak ingin sekali kuliah di luar negeri. Namun banyak yang menganggap kesempatan kuliah di luar Indonesia sangat kecil. Padahal jika benar-benar ingin, pasti ada jalan keluarnya.
Kompasianer Wajiran memiliki tips-tips agar bisa diterima kuliah di luar negeri. Pertama adalah meluruskan niat. Akan tragis jika kita niat kuliah agar kita dianggap hebat. Hal ini penting karena jika kita salah niat maka kita akan kesulitan dalam banyak hal.
Hal kedua yang perlu kita tahu adalah persoalan komitmen. Komitmen untuk terus belajar dan belajar adalah hal penting. Belajar menulis adalah langkah awal yang harus kita mulai sejak dini. Hal ini dikarenakan perkuliahan di luar negeri sangat menekankan kemandirian mahasiswanya.
Ketiga, hal yang nampaknya sepele tetapi sebenarnya sering membuat orang gagal kuliah di luar negeri adalah karena kesulitan mendapatkan supervisor. Kesulitan mendapatkan supervisor ini sebenarnya sangat dipengaruhi oleh cara komunikasi kita dalam email (sekali lagi dalam bentuk tulisan).
Keempat, jika kendala anda adalah Bahasa Inggris maka hal yang perlu anda siapkan adalah mempraktekan Bahasa Inggris sesering mungkin.
Kelima, hal lain yang perlu anda perhatikan saat ingin mendapatkan persetujuan supervisor adalah anda harus bisa mengambil hati calon supervisor. Banyak cara yang bisa anda lakukan. Hal yang paling mudah adalah dengan cara membaca semua karya supervisor yang bisa anda akses dan anda gunakan karya mereka sebagai rujukan.
Keenam, anda harus sudah memiliki beberapa publikasi ilmiah jika anda adalah calon mahasiswa research, khsususnya jika anda adalah calon mahasiswa PhD.
Ketujuh, siapkan proposal sebaik mungkin. Proposal adalah syarat utama bagi seorang mahasiswa PhD (research student). Jika anda ingin mendaftar sebagai mahasiswa PhD syarat pertama yang akan ditanyakan oleh seorang professor adalah proposal anda.
Kedelapan, pastikan universitas yang anda tuju memiliki jurusan yang anda inginkan. Mengingat ada ribuan universitas di suatu Negara, tentu tidak mudah menentukan universitas mana yang ingin anda tuju.
Itulah beberapa tips dan pengalaman Kompasianer dalam menentukan pilihan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Semoga bermanfaat.(YUD)
Source : Kompasiana