Cara Menghilangkan Kebiasaan Buruk
Apa satu kesamaan yang kita miliki? Kita sama-sama punya kebiasaan buruk.
Satu, dua, tiga atau lebih. Jumlahnya tak jadi soal. Yang jelas, menghilangkan kebiasaan buruk luar biasa sulitnya. Namun hal ini dapat dimaklumi.
Riset dari Duke University pada 2006 membuktikan, yang kita lakukan sehari-hari sebenarnya bukanlah membuat keputusan. Lebih dari 40 persen aksi kita adalah wujud kebiasaan.
Layaknya pesawat dalam mode autopilot, kita bisa melalui hari demi hari dengan aktivitas yang itu itu saja. Semua karena terbiasa.
Jika kita berpikir semua akan baik-baik saja dengan kebiasaan yang ada sekarang, coba pikir lagi. Karena riset berkata beda.
Untuk meraih sukses, kebiasaan kita memegang peran penting. Tak heran jika mereka yang kariernya cemerlang lebih cenderung memiliki kebiasaan baik.
Saat membandingkan karyawan level menengah, periset menemukan, mereka yang karirnya terus mendapatkan momentum 53 persen lebih sehat kebiasaan hidupnya, dibandingkan mereka yang kariernya mandek.
Demikian temuan Roberts dan Friend pada 1998, seperti dikutip buku The 100 Simple Secrets of Successful People.
Jadi, untuk menjalani hidup dalam mode autopilot tadi, akan lebih baik jika kebiasaan-kebiasaan kita adalah kebiasaan baik. Sekarang mari kita cari tahu bagaimana cara mengubah kebiasaan buruk.
Satu demi satu
Menurut penulis ternama Leo Babauta, kebiasaan layaknya sikap otomatis. Mengubah satu kebiasaan saja sudah cukup susah.
Mencoba mengubah lebih dari satu dalam sekali waktu cenderung berakhir gagal. “Jadi nasihat saya, fokus saja pada satu kebiasaan dalam suatu waktu,” kata Babauta dikutip Greatist.
Penulis Power of Habit, Charles Duhigg menyarankan kita memberi waktu satu bulan untuk fokus mengubah satu kebiasaan buruk. Setelah itu baru beralih ke kebiasaan buruk lain. Ini, kata Duhigg akan membuat perubahan baik jadi permanen.
Batasi jumlah
Kita tidak perlu langsung setop total, batasi saja jumlahnya secara konsisten.
Misal, biasanya kita menghabiskan sebungkus rokok dalam sehari. Kini batasi 7 batang saja. Lakukan dengan konsisten setiap hari.
Menurut ekonom perilaku Howard Rachlin, kebiasaan kecil mengontrol diri secara tak kita sadari dapat mengurangi kebiasaan buruk seiring waktu.
Ubah keadaan
Menurut ekonom perilaku Dan Ariely, kita tak perlu mengubah diri kita. Yang perlu diubah adalah lingkungan kita, keadaan di sekitar.
Kita melakukan kebiasaan-kebiasaan karena ada pemicunya di sekitar. Hilangkan pemicu ini, atau buat mereka menjadi lebih sulit dilakukan. Niscaya Anda cenderung tidak melakukannya lagi.
Misal, kita tak bisa berhenti mengudap. Simpan toples berisi kudapan di tempat yang sulit dijangkau.
Hindari stres
Jika kita sampai stres, kecenderungan untuk melakukan kebiasaan buruk pun meningkat. Sebaliknya, menurut ahli saraf UCLA, Alex Korb, kita cenderung membuat keputusan yang benar saat otak dalam keadaan rileks.
Ganti kebiasaan
Semakin kita berusaha menghilangkan kebiasaan, semakin besar kecenderungan kita mengulangi kesalahan yang sama. Itu menurut riset. Jadi yang sebaiknya kita lakukan adalah menggantinya dengan aksi lain.
Contoh, kita ingin setop mengudap. Saat hasrat itu datang, makanlah buah-buahan. kenali apa yang memicu kebiasaan buruk itu, lalu ganti respons biasa –yang negatif– dengan hal baru yang sama-sama bersifat ganjaran namun berbeda.
Buat rencana jika-maka
Dengan membuat rencana jika-maka kita bisa menghalau godaan. Kuncinya, kenali kapan biasanya kita melakukan kebiasaan buruk?
Misal, “Begitu sampai di kantor, saya langsung pesan makanan.” Sekarang ubah rencana itu. “Begitu sampai di kantor, saya memeriksa surel dan membalasnya.”
Dilansir Psychology Today, teknik jika-maka sangat berguna untuk membangun kebiasaan baik.
Jangan takut gagal
Sesekali, apa yang sudah direncanakan bisa jadi gagal tapi tak mengapa. “Perlakukan setiap kegagalan sebagai kemunduran sementara bukan alasan untuk menyerah sama sekali,” ujar psikolog Profesor Richard Wiseman dikutip Telegraph. Karena belajar butuh waktu.
Source : Beritagar.id