Lifestyle

Faktor Stres Para Atasan di Tempat Kerja

Menjadi atasan di tempat kerja identik dengan gaji besar, wewenang yang lebih besar, bahkan menurut beberapa penelitian dapat hidup lebih lama. Di balik kekuatan dan pendapatan yang lebih besar, atasan mengalami tingkat stres yang lebih besar pula, dan kurang bahagia di tempat kerja.

Situs Harvard Bussines Review melansir, para ilmuwan sosial pernah menyatakan bahwa bawahan memiliki tingkat stress yang lebih tinggi, namun beberapa tahun terakhir menjadi sebaliknya, atasanlah yang lebih tertekan.

Penelitian diukur dari pendidikan dan pendapatan, juga dibedakan berdasarkan Status Ekonomi Sosial (SES) tinggi dan rendah. Informasi mengenai tingkat stres di tempat kerja dikumpulkan di tempat bekerja masing-masing responden menggunakan perangkat yang disediakan peneliti.

Peneliti mengumpulkan data dengan berbagai metode yang memungkinkan kita untuk mengkonfirmasi bahwa orang dengan jabatan tinggi dilaporkan lebih stres dibanding mereka yang bawahan.

Peneliti juga mengumpulkan sampel air liur untuk mengukur apakah kadar kortisol mereka menunjukkan peningkatan stres. Atasan juga dinyatakan kurang bahagia di tempat kerja, ini karena ditemukan perbedaan tingkat kortisol antara atasan dan bawahan. Perbedaan tingkat stres juga bisa dilihat dari jawaban yang ditanyakan peneliti soal persepsi masing-masing tentang pekerjaannya.

Hasil penelitian juga menyatakan bahwa orang dengan SES tinggi kurang kemampuannya untuk memenuhi tuntutan dibanding orang yang SES-nya rendah. Orang dengan SES tinggi juga melaporkan kalau pekerjaan mereka kurang positif dibanding yang SES rendah. Kurangnya sumber daya di tempat kerja dapat dikaitkan dengan rendahnya tingkat kebahagiaan dan stres yang lebih besar.

Menjadi atasan memang tak mudah, ada saja hal-hal yang tak cocok dengan bawahan atau pekerja lainnya. Tanpa disadari, atasan bisa dinilai menyebalkan oleh bawahan. Padahal, yang dialami atasan hanyalah perasaan tidak bahagia dengan kehidupannya dan merasa tidak aman dengan posisinya.

Meski memiliki pekerjaan dengan pendapatan lebih tinggi, atasan atau yang SES tinggi merasa kurang mampu untuk menyelesaikan tugas, juga merasa kurang positif di tempat kerja.

Penelitian ini tak menafsirkan bahwa menjadi bawahan itu lebih menguntungkan. Bawahan mungkin tak stres di tempat kerja, namun bisa memiliki kecemasan di luar sana. Masalah yang dialami bawahan misalnya perubahan jadwal kerja, jadwal kerja tidak stabil, dan tentu saja upah rendah.

Peneliti juga menjelaskan kalau penelitian ini hanya rata-rata dalam berbagai jenis pekerjaan dan tidak langsung menangani setiap kasus individual.

Source : Beritagar.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button