Hutan Lindung Sungai Wain

HUTAN Lindung Sungai Wain (HLSW) merupakan hutan dataran rendah di Balikpapan, Kalimantan Timur. Belantara ini merupakan salah satu objek ekowisata unggulan. Selain dapat menikmati alaminya hutan perawan ini, Anda dapat mempelajari keanekaragaman hayati di dalamnya.
Hutan hujan tropis ini berjarak 15 kilometer ke arah utara Kota Balikpapan, tepatnya berada di Kelurahan Karang Joang. Untuk memasuki kawasan HLSW, Anda hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit dari Bandara Internasional Sepinggan.
Sebelum mengeksplorasi kawasan hutan seluas 10.025 hektare itu, setiap pengunjung wajib melapor di Pos Ulin, sebuah pos penjagaan utama HLSW. Hal itu selain untuk memastikan keselamatan, juga melindungi kawasan hutan dari para perambah.
Untuk menuju bagian primer hutan, Anda harus menyiapkan bekal yang cukup, tak hanya makanan, ketahanan fisik menjadi syarat utama.
Setidaknya ada beberapa jalur perjalanan yang bisa dipilih menyesuaikan kemampuan menempuh waktu dan panjang jalur jelajah. Biasanya, pengunjung yang ingin melakukan perjalanan setengah hari bisa memilih rute lebih pendek yang biasa disebut Jalur Pendidikan. Namun jika ingin menginap, maka jalur induk menjadi pilihan utama.
Saat yang paling tepat menjelajahi HLSW dimulai pagi hari, selepas subuh. Meski tidak ada larangan pergi jam berapa saja, namun dengan perjalanan pagi kita dapat menyaksikan hewan-hewan yang tinggal, seperti orangutan, owa, lutung dahi putih dan beruang madu.
Menyusuri hutan ini dimulai dengan menapaki pinggir Waduk Sungai Wain. Air waduk di sungai ini merupakan salah satu pemasok utama kebutuhan air minum warga Balikpapan. Sebagai informasi tambahan, waduk Sungai Wain dibangun pada masa perusahaan Belanda, Bataafsche Petroleum Maatschappi pada tahun 1947 dilanjutkan oleh Shell pada tahun 1969 dan mulai tahun 1972 dikelola Pertamina.
Oleh perusahaan pengolahan minyak Indonesia itu, waduk Sungai Wain digunakan untuk kebutuhan industri dan perumahan karyawannya, namun saat ini waduk Sungai Wain juga memenuhi kebutuhan air bersih warga Balikpapan pada umumnya. Panjang sungai yang mengalir di dalam hutan lindung ini mencapai 18.300 meter dengan warna cukup jernih.
Selain dipasok dari Sungai Wain, waduk ikut menerima air dari aliran Sungai Bugis. Air sungai ini terlihat lebih jernih, kendati beberapa tahun lalu tercemar akibat kebakaran hutan. Memasuki gerbang masuk jalur penjelajahan, pengunjung akan mengetahui sebagian wilayah HLSW merupakan rawa-rawa terbuka, sehingga harus melalui jembatan kayu ulin sepanjang 400 meter, kemudian menyusuri hutan yang sedikit berbukit.
Kondisi di dalam hutan cukup terasa lembab, karena cahaya matahari terhalang oleh rimbunnya pohon-pohon yang tinggi. Di sisi lain, suara burung, gareng, dan jangkrik seperti bersautan menemani perjalanan. Flora di dalam hutan ini didominasi kayu-kayuan seperti bangkirai, kruing, ulin, dan meranti. Ada juga gaharu, pasak bumi, dan pohon bawang. Sementara buah-buahannya seperti jambu-ambuan, durian, dan cempedak.
Apabila melakukan perjalanan di musim hujan, sebaiknya berjalan menggunakan sepatu boat. Jika tidak maka banyak pacet atau lintah yang menempel di kaki dan menyedot darah. Selain itu, jalur hutan sering terhalang ranting pohon berduri yang mengharuskan para petualang berkonsentrasi dan hati-hati.
Pesona Belantara
Setelah berjalan satu jam, kita akan tiba di Kamp 1. Kamp ini biasnaya ditinggali para peneliti, untuk sekadar mengambil data atau melakukan observasi. Orangutan dan babi hutan kerap mampir di kamp 1. Di lokasi ini, jangan berharap Anda memperoleh sinyal komunikasi.
Banyak pohon bangkirai berukuran sangat besar dan tinggi yang ditemui di perjalanan. Tiba-tiba, kami harus berjalan pelan-pelan, karena ada suara berisik yang berasal dari atas pohon. Rupanya ada orangutan yang sedang bertengger di salah satu pohon.
Bulu orangutan itu berwarna cokelat keemasan, tak kelihatan jelas seluruh tubuhnya, tetapi diyakini sedang memakan sesuatu. Ternyata primata itu tak sendiri, ada dua ekor lainnya yang tengah berayun di pepohonon.
Tak disangka, dengan cepat orangutan tersebut menyadari kehadiran manusia. Sedetik melihat ke bawah, hewan bernama latin Pongo pygmaeus itu pergi melompati satu pohon ke pohon lainnya. Hanya suara berisik dedaunan yang ditinggalkan.
Salah satu hewan yang membuat penasaran ingin dilihat di tempat ini adalah beruang madu –satwa yang menjadi simbol Kota Balikpapan. Di habitat aslinya beruang madu memang sangat sulit ditemui karena kemampuannya mengetahui keberadaan manusia dari jarak jauh. Sehingga begitu mengetahui ada manusia, beruang madu segera menghindar.
Perjalanan di Kamp 2 memakan waktu cukup lama. Tempat istirahat ini hanya berjarak 3,5 kilometer dari Kamp Jamaludin, destinasi utama. Semakin masuk ke bagian primer hutan, sangat sedikit cahaya matahari yang bisa masuk karena terhalang lebatnya pepohonan. Usai mendaki dua bukit, Kamp Jamaludin bisa Anda temukan.
Kamp ini merupakan Stasiun Penelitian Satwa di area HLSW. Letaknya berdampingan dengan salah satu aliran Sungai Bugis. Jarak kamp dengan Pos Ulin, tempat pertama masuk HLSW, diperkirakan 8 kilometer. Di sinilah tempat menginap yang disarankan.
Kamp Jamaludin masih sering didatangi orangutan dan beruang madu.
Tidak usah khawatir ketika malam tiba, sebab ada genset yang sengaja disediakan di kamp. Namun, suasana malam di tengah hutan sangat menakjubkan. Di beberapa sudut hutan, terlihat jamur-jamur kecil yang menyinarkan cahaya kuning. Ada juga beberapa bajing yang tak malu dengan manusia, ia mau mengambil makanan yang dilemparkan seperti roti.
Jika ingin bermalam sebaiknya menyiapkan perbekalan cukup, terutama jaket atau pakaian hangat untuk tidur. Suhu di malam hari sangat dingin, hingga membuat tubuh menggigil. Perjalanan panjang yang melelahkan terbayar ketika pagi hari, suara-suara binatang hutan ramai bersahutan. Udara yang segar dengan suara air mengalir dari sungai di samping kamp membuat hidup demikian tenang. Sungguh pengalaman yang sullit dilupakan.