Inflasi Rendah, Rupiah Menguat
Oleh: Harry F. Darmawan/Go Discover
BANK Indonesia mengungkapkan melalui Siaran Pers, Kamis (20/7), dari segi inflasi, pada Juni 2017 inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat rendah, yakni 0,69% (mtm) dan 4,37% (yoy). Capaian tersebut mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar 4,0±1%.
Pergerakan nilai tukar Rupiah pun cukup stabil dan cenderung menguat pada Triwulan II 2017. Nilai tukar Rupiah secara rata-rata bulanan Juni 2017 tercatat sebesar Rp 13.298/US$, atau menguat 0,17%.
Penguatan nilai tukar Rupiah ini ditopang oleh berlanjutnya penjualan valas oleh korporasi dan aliran masuk modal asing yang cukup besar. Selain itu, volatilitas nilai tukar terjaga rendah disertai dengan meningkatnya efisiensi di pasar valuta asing (valas).
“Hal ini sejalan dengan berbagai langkah pendalaman pasar valas, tercermin dari semakin besarnya volume transaksi valas harian, termasuk transaksi derivative,” ungkap Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Arbonas Hutabarat.
BI WASPADAI BERBAGAI RISIKO
Stabilitas sistem keuangan Indonesia pada Triwulan II 2017 ini tetap kuat, didukung oleh ketahanan industri perbankan dan pasar keuangan yang terjaga. Ketahanan permodalan pada Mei 2017 masih berada pada level yang cukup tinggi, yakni 22,7%. Likuiditas pun sedikit meningkat dan masih memadai di angka 22,3%. “Namun, masih ada berbagai risiko yang perlu dicermati,” jelasnya.
Risiko tersebut yakni kinerja korporasi non-keuangan yang masih melambat, meski perlahan membaik dan kinerja rumah tangga yang pada Mei 2017 tercatat masih mengalami perlambatan, yaitu sebesar 9,2%.
Ke depannya, BI memproyeksi, pertumbuhan ekonomi akan membaik, yang ditopang dengan peningkatan ekspor dan investasi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 diperkiran bisa tumbuh di kisaran 5,0-5,4% (yoy) dan inflasi 4±1% (yoy).
Secara keseluruhan, BI juga masih mewaspadai berbagai risiko, baik risiko global maupun domestik. Dari risiko global, kenaikan lebih lanjut Fed Fund Rate (FFR) dan pengurangan besaran neraca bank sentral Amerika Serikat masih terus dipantau. Selain itu, ketidakpastian kebijakan fiskal Amerika Serikat juga patut diwaspadai. “Sedangkan risiko domestik, terutama terkait masih berlanjutnya konsolidasi korporasi dan perbankan,” tutupnya. [*]