Leisure

Kick Racism Out of Football!

Oleh: Harry F. Darmawan *)

“Sepakbola adalah Cinta.”
(Ir. Tauhid Ferry Indrasjarief/Bung Ferry — Ketua Umum The Jakmania, Organisasi Suporter Persija Jakarta)

KUTIPAN tersebut benar adanya. Tapi entah mengapa, sampai saat ini suporter sebuah klub sepakbola yang biasa mencerminkan cinta lewat kreativitas dan semangat lantang di tribun stadion, justru tak jarang bertindak anarkis pada suporter klub lawan.

Sudah lebih dari satu dekade, kita (suporter klub sepakbola), tahu mengenai rivalitas antar suporter klub sepakbola, baik di barat, maupun di negeri kita sendiri, di Indonesia.

Kita mengenal rivalitas antara Bobotoh/Viking (Suporter Persib Bandung) dengan The Jakmania yang sudah sampai kelewat batas. Kita tahu, Pusamania (Suporter Pusamania Borneo FC) dengan Balistik (Suporter Persiba Balikpapan) sering terlibat perselisihan, baik di tribun stadion maupun di luar tribun, yang juga sudah terlampau jauh dari batasnya.

Mengapa saya sebut demikian? Karena dari rivalitas tersebut, nyawa masing-masing suporter yang dijadikan ajang taruhan. Mereka dengan bangga menghakimi suporter klub lawan yang datang ke stadion mereka untuk mengawal tim kebanggan. Bahkan, mereka dengan ringan tangan menganiaya hanya dengan satu alasan yang selalu mengusik sepakbola Tanah Air; rivalitas.

***

Sudah banyak korban yang jatuh akibat membutanya rivalitas ini. Masih ingat tragedi tewasnya Harun Al Rasyid Lestaluhu alias Bang Ambon (anggota The Jakmania) saat bentrokan dengan warga di Tol Cipali, Minggu 6 November 2016 lalu? Masih ingat dengan pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh Viking yang merenggut nyawa anggota The Jakmania lainnya, Agen Astava, di perempatan lampu merah Cibitung, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi pada 22 Mei lalu?

Terbaru, rivalitas tak sehat ini kembali memakan korban. Ialah Ricko Andrean Maulana, anggota Bobotoh yang tewas akibat dikeroyok oleh oknum Bobotoh lainnya saat melindungi anggota The Jakmania, yang sebelumnya dikeroyok lebih dulu saat laga Persib Bandung melawan Persija Jakarta, Sabtu 22 Juli lalu di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).

***

Sebagai jurnalis dan pecinta sepakbola, saya pribadi sangat menyayangkan peristiwa seperti ini terus saja terjadi di Tanah Air. Saat nyawa jadi taruhan demi mengawal dan mendukung tim kebanggan di daerah rival, saya merasa — saya, kamu, dan kita semua yang merasa dirinya supporter — telah salah karena berlebihan mengambil jalan.

Mari kita pikirkan, haruskah kita berbahagia ketika tim kebanggaan menang saat tandang ke markas rival tapi salah satu anggota kita kehilangan nyawa? Maukah kita saat kita membabat habis suporter rival yang datang ke stadion kita untuk mendukung tim kebanggaannya, padahal kita tahu, suatu saat kita juga akan datang ke stadion mereka dan mereka bisa saja menuntut balas? Seperti lingkaran dendam yang tak ada ujungnya.

Sudah saatnya perdamaian antar suporter digelorakan. Sudah waktunya bagi kita untuk sadar, rivalitas ini tak akan berakhir indah. Sudah tiba masanya tak ada lagi tangis seorang ibu yang melihat jasad anaknya tewas mengenaskan sesuai menonton sepakbola.

Benar apa yang disebut Bung Ferry di atas, sepakbola adalah cinta. Maka, tebarlah cinta saat datang ke stadion. Cinta yang bukan hanya untuk tim kebanggaan, tapi sesama suporter, meski suporter tim lawan sekalipun.

***

Peran Polri sangat diperlukan dalam upaya menciptakan kedamaian ini. Hal ini sudah terjadi saat gaung berdamainya Pusamania, Balistik dan Persiba Fans Club (PFC) lewat mediasi yang digelar di Polres Balikpapan sebelum laga Persiba Balikpapan vs Pusamania Borneo FC, Juni lalu.

Saat itu, Kapolres Balikpapan AKBP Jeffri Dian Juniarta mengizinkan Pusamania datang ke Stadion Persiba karena ada iktikad baik dari Pusamania, Balistik dan PFC untuk berdamai. Bahkan, saat laga Pusamania Borneo FC menjamu Persiba Balikpapan di putaran 2 Liga 1 Gojek-Traveloka nanti, Balistik dan PFC juga dipersilakan hadir ke Stadion Segiri dan duduk bersama di satu tribun.

Kita sama berharap, ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain yang terlibat perselisihan agar menyuarakan kedamaian. Bobotoh dan The Jakmania sudah menunjukkan hal tersebut lewat aksi bakar lilin di depan Stadion Patriot, Bekasi. Menang kalah dalam sepakbola pastilah ada. Tapi persatuan harus berdiri di atas keduanya.

Dan sepakbola itu hiburan. Kita melihat untuk mencari hiburan. Harusnya selamanya begitu; bola yang dimainkan, bukan nyawa..

*) – Jurnalis Discover Borneo (DB), Usaha Jasa Kreatif dan Social Media Development berbasis di Balikpapan.
– Anggota Balistik (Suporter Persiba Balikpapan).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Check Also
Close
Back to top button
.