Melamun memicu otak lebih kreatif

Ada orang yang pikirannya kerap mengembara. Tidak fokus pada aktivitas yang sedang dikerjakan. Apakah itu Anda?
Misalkan, Anda sedang menyelesaikan pekerjaan, namun tak kunjung selesai. Itu karena diselingi nonton televisi, termenung, melihat ponsel, memikirkan mau makan apa, dan banyak hal lain.
Menurut banyak penelitian–salah satunya dari Harvard–pikiran yang mengembara atau melamun menyita perhatian. Ini menjadikan kita tak bisa menyelesaikan suatu tugas dengan baik, bahkan membuat Anda tak bahagia.
Itu dulu, penelitian terbaru Gonda Multidisciplinary Brain Research Center Bar-Ilan University, Israel membuktikan sebaliknya. Di balik pikiran yang mengembara, terdapat proses perencanaan, bahkan kreativitas.
Dikutip Inc, semula para periset bereksperimen untuk mencari tahu apakah lamunan bisa dipicu stimulus eksternal. Untuk itu, periset mengumpulkan 47 partisipan riset. Stimulus eksternal berupa arus listrik rendah diberikan pada lobus frontal otak subyek.
“Bukannya mengurangi kemampuan subyek untuk menyelesaikan tugas, lamunan justru menyebabkan kinerja jadi sedikit membaik,” ujar periset Professor Moshe Bar dilansir Times of Israel.
Kejadian melamun ini dilaporkan oleh peserta yang diminta untuk mengindikasikan, sejauh mana mereka melamun saat menyelesaikan tugas reaksi. Mereka diminta menekan bilah spasi (spacebar) pada komputer setiap mereka melihat angka yang bukan ‘3’.
Periset menyimpulkan, melamun sama sekali tidak merugikan kemampuan partisipan untuk menyelesaikan tugas denga baik. Sebaliknya, partisipan yang pikirannya lebih sering mengembara cenderung lebih baik dalam menyelesaikan permainan reaksi.
Dalam penelitian lanjutan yang dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science, Bar dan Shira Baror melakukan tiga eksperimen berbeda pada 20 orang. Mereka diminta menyebutkan hal pertama yang terpikir saat mendengar kata tertentu.
Dalam masing-masing eksperimen persiet memanipulasi beban kognitif partisipan dengan berbagai tugas tambahan. Ada yang bersifat beban kognitif rendah dan beban kognitif tinggi.
Hasilnya, seperti dilansir Health, partisipan dengan beban kognitif lebih rendah memberikan respons yang lebih kreatif. “Saat stres berkurang, orang punya kecenderungan lebih untuk menghindari solusi yang sudah pasti, mereka malah mengakses ide unik dalam pikiran mereka,” jelas periset Shira Baror
Dengan kata lain, dalam kondisi lebih tenang, otak mampu menyisihkan segala asosiasi umum yang sudah biasa. Alih-alih otak seolah mengambil jalur lain, asosiasi yang lebih menarik.
Temuan riset ini sejalan dengan riset sebelumnya daru University of California, Santa Barbara. Jonathan Schooler, PhD, pada 2012 memimpin riset yang menunjukkan keuntungan membiarkan pikiran mengembara. Hasil risetnya menyatakan, saat Anda berusaha memecahkan masalah, dorongan kreatif justru muncul saat melakukan aktivitas ringan. Misalnya, mandi.
Sama seperti yang dikatakan Baror. “Memikirkan masalah yang sama, terutama saat Anda sedang stres atau tegang tak akan menghasilkan solusi kreatif.”
Malah ia menyarankan, tinggalkan dulu masalah itu. Beri kesempatan pikiran Anda untuk mengembara hingga akhirnya memunculkan terobosan brilian.
Source : Beritagar