Perekonomian Indonesia Awal 2017 Membaik

MASIH DIRUNDUNG RISIKO GLOBAL
Oleh : Harry F. Darmawan/GoDiscover
SEIRING dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi global di Triwulan I tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif kuat, didukung dengan stabilitas makro ekonomi dan keuangan yang tetap terjaga. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara melalui Siaran Pers BI, Kamis (16/3) lalu.
Lebih lanjut Tirta memaparkan, pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya investasi, masih tingginya konsumsi dan membaiknya kinerja ekspor.
Senada dengan perekonomian domestik, Neraca Perdagangan Indonesia pada Februari tahun ini mencatat surplus mencapai US$ 0,18 Miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang hanya US$ 1,14 Miliar. “Hal ini terutama didukung oleh berlanjutnya surplus neraca perdagangan non migas,” sebutnya.
Sampai akhir Februari 2017, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$ 119,9 Miliar. Angka tersebut cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor atau 8,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Selain itu, BI juga mencatat nilai tukar Rupiah mengalami penguatan sebesar 0,17% (mtm) pada Februari 2017 di level Rp 13.338/US$. “Penguatan ini sejalan dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian keuangan global,” ungkapnya.
Sedangkan level Inflasi Harga Konsumen (IHK) Nasional, pada periode yang sama tercatat sebesar 0,23% (mtm) dan 3,83% (yoy). Masih tetap terkendali dengan realisasi yang lebih rendah dari bulan sebelumnya.
TETAP TUMBUH MESKI ADA RISIKO
Ke depan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik, dengan target sebesar 5,0 – 5,4% (yoy) dan inflasi sebesar 4±1% (yoy). Saat ini, pihak BI masih mewaspadai berbagai risiko, baik global maupun domestik.
Risiko global tersebut seperti tekanan inflasi yang mulai meningkat di negara maju yang dapat memicu pengetatan kebijakan moneter di negara-negara tersebut, arah kebijakan ekonomi dan perdagangan AS, kenaikan Fed Fund Rate (FFR) lebih lanjut yang berpotensi mendorong penguatan mata uang AS dan meningkatkan cost of borrowing dan permasalahan Brexit dan risiko geopolitik di sejumlah negara Eropa terkait menguatnya gelombang populism serta risiko penyelesaian utang Yunani. “Sedangkan risiko domestik terutama terkait dengan dampak penyesuaian Administered Prices terhadap inflasi,” papar Tirta.
Demi menjaga stabilitas dan memelihara momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah peningkatan risiko global tersebut, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan tetap mempertahankan BI 7-Day Repo Rate Maret 2017 sebesar 4,75%. “Suku bunga Deposit Facility (DF) dan Lending Facility (LF) juga tetap 4,00% dan 5,50%. Keputusan ini berlaku per 17 Maret,” pungkasnya. (*)