PANORAMA KILANG DENGAN TEBARAN LAMPU MENJADI PRIMADONA HIASAN DINDING PERKANTORAN BALIKPAPAN. IA JUGA MENJADI “ARTIS” PADA HAMPIR SETIAP BILLBOARD DAN BANNER IKLAN TENTANG KOTA INI. KILANG PENGOLAHAN MINYAK PERTAMINA REFINERY UNIT V (RU V) MERUPAKAN IKON PALING TERKENAL KOTA TEPI PANTAI INI. KEINDAHANNYA BISA DIABADIKAN BERKAT KEBERADAAN GUNUNG DUBS.
The beautiful scenery of refinery plant with the flickering lights has always been the favorite wallpaper in most offices in Balikpapan. It is the scene most billboards and banners put to show the beauty of Balikpapan, making it the most famous icon in Balikpapan. Its beauty can be captured in Gunung Dubs.
Gunung Dubs, secara resmi bukanlah kawasan wisata. Karena wilayah ini termasuk fasilitas milik Pertamina bagi pekerja dengan level tinggi. Masyarakat bisa memanfaatkannya sepanjang mematuhi aturan yang diterapkan perusahaan pengolah minyak ini.
Actually, Gunung Dubbs is not an official tourism spot. This is a facility owned by Pertamina for its managements. Balikpapan citizen is allowed to use it under the conditions given by Pertamina.
Foto : Reno Ardans
Foto : Dokumentasi
Menurut catatan penulis buku Sejarah Minyak Balikpapan, Ryan Pratama, Gunung Dubs dibangun sekitar tahun 1910-1930, era Batafsche Petroleum Maschappij (BPM). Perusahan minyak asal Belanda-Inggris yang mendapat konsesi dari Kesultanan Kutai itu memilih perbukitan di dekat pantai sebagai perumahan pekerja.
According to the author “the history of Oil in Balikpapan”, Ryan Pratama that Gunung Dubbs was built in 1910-1930, in the era of Batafsche Petroleum Maschappij (BPM), a British-Nederland oil company. It obtained a concession from The Sultanate of Kutai. Finally BPM obtained a place, a hill near the beach as their housing facility.
Foto : Net
Dulu hanya karyawan BPM berkebangsaan Eropa yang tinggal di kawasan ini. Karena itulah gaya arsitektur menyesuaikan kebutuhan mereka, seperti jarak antar rumah yang lega, banyak jendela, serta halaman yang luas.
Back then, there was only European BPM employee who lived in there. They were influencing the architecture style into the house design. We can see that the houses were distant to each other, having a number of windows and wide yards.
Ryan Pratama menduga Dubs, berasal dari nama arsitek yang membangun kompleks ini. meski dmeikian ia belum menemukan bukti dokumen yang menguatkan argument ini. Begitu juga dengan Petrik Matanasi, seorang Sejarawan asal Balikpapan, yang hanya menyebut Gunung Dubs sekilas dalam berbagai artikel yang ditulisnya.
Ryan Pratama suggests that Dubbs was the architect’s name who built the housing complex. This is similar to Petrik Matanasi, a historian of Balikpapan. He only mentioned Gunung Dubbs not very much in his articles.
Sedangkan gunung, merujuk pada kontur kawasan yang berbukit. Kawasan ini dipilih sebagai perumahan warga Eropa pertama di Kalimantan. Orang-orang Belanda yang ahli tata kota dan telah maju dalam bidang arsitektur, memilih kawasan dengan beberapa pertimbangan.
In the other hand, the term “gunung” reflects to the hills contour of this area. This place was the first to be chosen by European employees as a place for housing complex.
Pertama, karena letaknya berdekatan dengan kilang minyak, dan kedua adalah estetika. Pola pembangunan rumah dibuat mengikuti kontur perbukitan yang menghadap lepas pantai. Sebagai sarana pelengkap, juga dibuat lapangan golf, kolam renang serta lapangan tenis. Tak ketinggalan pula sekolah dan rumah sakit.
The Netherlands, known for its city design and architecture, chose this area for two reasons; it is located near the refinery plant and it is very esthetic to build there. The housing complex was built aligned with the hill contour facing the shore. In addition, they built golf court, swimming pool, tennis court, schools and hospital.
Foto : Skyscrapercity
Pada masa nasionalisasi pasca kemerdekaan, akses kawasan ini mulai dibuka untuk masyarakat umum, bahkan mereka yang bukan pekerja Pertamina. Banyak warga lokal maupun pendatang mengunjungi kawasan ini untuk menikmati teluk, pemandangan pusat kota, maupun kesibukan Pelabuhan Semayang.
In post-independence, the Pertamina opened the access to public, whether they work for Pertamina or not. There are a lot of citizen visiting this area to enjoy the view of Balikpapan bay, downtown scenery or even the hustle-bustle of Semayang Port.
Bagi penggemar fotografi, Gunung Dubs adalah spot terbaik yang memanjakan lensa kamera mereka. Banyak gambar masterpiece kota Balikpapan dihasilkan dari tempat ini. juga bagi mereka yang berkunjung ke Balikpapan sebagai pelancong, bisa mengabadikan kebersamaan dengan latar pusat kota.
To photography hobbyist, Gunung Dubs is the best spot to shot. There are a lot of masterpieces created from this place. To the visitors, you can take pictures with downtown in the back.
Apalagi?
What next?
Monumen Artileri Serangan Udara (ARSU) Air attack artillery monument
Foto : Reno Ardans
Peperangan tak hanya menginggalkan bekas luka. Tetapi juga sejarah yang akan terus dikenang agar tak terulang. Salah satu peninggalan perang di Balikpapan ada di kawasan Gunung Dubs. Sebuah pusat penangkal serangan udara yang dibangun sekutu ada di kawasan ini. Sebuah artileri serangan udara (Arsu) yang dipersiapkan untuk menyambut tentara Jepang.
Wars didn’t leave scars only, but also unforgettable history. There is a war reminiscent in Gunung Dubs. An anti-air-attack base built by Australian alliance forces to anticipate Japanese air force attack.
Untuk mengenang masa-masa sulit saat perang, Tahun 2010 Pemerintah Kota Balikpapan menetapkan bangunan ini sebagai cagar budaya yang wajib dilindungi keberadaanya. Untuk menyaksikan keberadaannya, Anda bisa meminta ijin kepada kantor Pertamina RU V atau petugas keamanan setempat.
To commemorate the hardships of war, in 2010, Balikpapan government stated that the building must be preserved as protected cultural heritage. In order to see it, we can ask permission from Pertamina security guards.
Foto : Net
Gua
Caves
Pada masa pendudukan Jepang yang cukup singkat, para tentara Nippon sempat membuat sebuah gua pertahanan yang melintasi kawasan ini. Menurut berbagai sumber sejarah Balikpapan, ada tiga gua di kawasan Gunung Dubs, masing-masing menembus kilang minyak dan Pelabuhan Semayang. Namun warga yang bermukim sejak lama di sekitar kawasan itu menyebut sebuah gua terdapat altar dan 5 lorong.
During short Japanese occupation in Indonesia, their force made a cave crossing this area. According to some historian in Balikpapan, there are three caves in Gunung Dubbs, each leads to Semayang port and refinery plant. Different from the historian, some local people who lived near the cave stated that there is an altar in it and 5 halls.
Jembatan Gunung Pancur
Gunung Pancur Bridge
Banyak cerita yang beredar seputar keberadaan jembatan ini. salah satunya adalah pembantaian oleh Jepang kepada orang Indonesia. Penduduk sekitar menyebut daerah angker. Selain suara teriakan, konon sesosok manusia tanpa kepala muncul di sekitar jembatan pembantaian. Ini tempat yang pas bagi penggemar wisata misteri.
There are a lot of rumors regarding this bridge. One of them is the rumors about a Japanese the massacre did to several Indonesians. Locals took this place as haunted. People sometimes hear screams, and decapitated body showed up near the massacre.
Salah satu gua yang terdapat di Gunung Dubs ada di bawah jembatan sepanjang 20 meter ini. Banyak kalangan menduga gua ini sebagai tempat persembunyian tentara Jepang semasa perang melawan sekutu. Gua yang awalnya berdiameter 1,5 meter ini satu-satunya yang tidak ditutup.
We can see a cave under the bridge. Some people suggest that it is a hiding cave for Japanese army during their war against the Alliance forces. This cave is 1,5m in diameter, and remains un-shut until now.
Meski cerita mistis tempat ini sering menjadi bahan pembicaraan, banyak pasangan calon pengantin yang menjadikannya sebagai lokasi pemotretan jelang nikah (pre wedding).
Regardless of its haunted status, there are a lot of couples shoot their pre wedding album here.
Mercusuar Tukong Hill
Tukong Hill Lighthouse
Keberadaan menara suar (mercusuar) di Balikpapan belum banyak diketahui penggemar wisata petualangan. Padahal dari tempat tertinggi di Balikpapan inilah kita bisa menyaksikan panorama yang menakjubkan saat matahari terbenam. Pengunjung bisa memandang laut lepas serta menyapukan mata menikmati gambar pusat kota.
Many adventurous people didn’t know that there is a lighthouse to venture. This is the highest place in Balikpapan to see the sunset scenery. Visitors can see the view of open sea and enjoying the scenery of downtown.
Menara suar Tukong Hill masih beroperasi dengan menjadi peranti penting sistem navigasi transportasi laut. Seluruh proses dispatching atau pemberangkatan kapal dari dan ke Balikpapan dikontrol melalui menara ini.
This lighthouse in still operating using sea-transportation-navigation system. All dispatching or ship’s departure from and to Balikpapan can be controlled form it.
Tukong Hill dapat dicapai dengan kendaraan roda empat. Namun Anda harus waspada karena jalur yang dilalui curam dan hanya mampu menampung satu kendaraan. Sejak tahun 2010, Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata menjadikan kawasan ini sebagai cagar budaya yang dilindungi.
Tukong hill can be reached using a four-wheeled vehicle. But you have to be extra cautious since the road is very steep and as wide as one vehicle. Since 2010, the agency of youth, sport, culture and tourism stated this area as protected cultural heritage.
Situs Sultan Kutai
Kutai Sultanate Site
Tempat bernilai historis lainnya di sekitar Mercusuar Tukong Hill adalah makam Adji Kemala Gelar Adji Pangeran Kerta Intan Bin Sultan Adji Mohamad Sulaiman. Seperti tercatat dalam sejarah, wilayah Balikpapan adalah bagian dari Kesultanan Kutai. Keberadaan makam ini menjadi salah satu bukti luasnya kerajaan itu.
Another historical spot near tukong Hill lighthouse is the graveyard of Adji Kemala Gelar Adji Pangeran Kerta Intan Bin Sultan Adji Mohamad Sulaiman. As history recorded, Balikpapan was the part of Kutai Sultanate. The graveyard is the proof of its vast reign.
Rumah Panggung
Stilt Houses
Rumah panggung di komplek Gunung Dubs dicatat sebagai situs yang tak boleh di rusak. Sebuah akulturasi desain lokal dengan Eropa yang diperkirakan berusia satu abad. Sebelum ditetapkan sebagai situs budaya empat tahun lalu, rumah panggung yang tersebar di sejumlah wilayah Pertamina masih dijadikan tempat tinggal. Atas keinginan pemerintah Balikpapan, arsitektur peninggalan Belanda ini tak boleh lagi di tempati.
Stilt houses in Gunung Dubbs are noted as protected site. An acculturation between local designs and European style; it is estimated to be one century in age. Before being decided as protected site, these houses were inhabited by Pertamina employees until four years ago. Following the request from the government, Pertamina agreed to let these houses inhabited anymore.
Berdasarkan Pasal 105 Undang-Undang Cagar Budaya tersebut, bagi yang secara sengaja merusak cagar budaya akan dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun atau didenda paling banyak Rp5 milyar.
In addition, the act on Cultural Heritage article 105 stated that for those who deliberately destroy cultural heritage will be sentenced to a minimum of 1 year and a maximum of 15 years or a fine of Rp 5 billion at most.
Menelusuri kemolekan Gunung Dubs lebih menyenangkan daripada sebatas memandangnya di atas kanvas atau pigura dinding.
In the end, tracing elegance of Gunung dubbs is more fun than merely looking it on canvas or framed wall. [*/eno]
Source : Majalah DISCOVER BALIKPAPAN Edisi ke 29 Mei 2014