Lifestyle

Tidur Malam dengan Lampu Mati Bikin Tubuh Lebih Sehat

Sebagian orang merasa takut saat tidur tanpa ada cahaya atau lampu. Sebagian orang lagi, tidak bisa tidur jika ada cahaya.

Namun ternyata berdasarkan penelitian, tidur dengan cahaya lampu dimatikan sangat baik bagi tubuh.

Seperti dilansir dari Mother Nature Network, semakin banyak penelitian menemukan bahwa tidur di malam hari dengan adanya cahaya buatan dari lampu atau ponsel dapat mengganggu tidur Anda dan menjadikan tubuh tidak sehat.

Mengapa demikian?

Siklus alami siang dan gelapnya malam selama 24 jam membuat ritme biologis tubuh selaras.

Untuk itulah saat malam hari, terutama pada waktu tidur, sangat baik bagi tubuh untuk berada di dalam gelap agar ritme biologis tersebut seimbang.

Dari penelitian tersebut didapatkan hubungan antara tidur dengan cahaya buatan atau lampu, dengan masalah kesehatan seperti insomnia hingga kanker payudara.

Hal itu dikarenakan terjadinya penekanan fungsi dari melatonin sebagai hormon utama yang mengendalikan siklus tidur dan bangun.

Cahaya pada malam hari menekan sekresi melatonin, dan kurangnya melatonin telah dikaitkan dengan diabetes, obesitas, penyakit jantung dan masalah kesehatan lainnya.

Dampak tidur dengan cahaya

American Medical Association Council mengeluarkan laporan yang mengevaluasi dampak pencahayaan buatan pada kesehatan manusia, satwa liar, dan tumbuh-tumbuhan.

Baru-baru ini, tim peneliti internasional menganalisis data tentang dampak pencemaran cahaya pada pembentukan melatonin pada manusia dan vertebrata. Mereka menemukan bahwa tingginya pencahayaan langit di perkotaan dapat menekan produksi melatonin.

Mereka melihat ratusan penelitian, mencari bukti bagaimana cahaya mempengaruhi produksi melatonin dan itu tidak butuh banyak cahaya.

Untuk mendapatkan gambaran tentang dampaknya, para peneliti menjelaskan beberapa variabel.

Cakrawala kota, suatu bentuk polusi cahaya, dapat mencapai pencahayaan hingga 0,1 lux, dan pencahayaan luar ruangan dapat mencapai sekitar 150 lux.

Tetapi ambang batas untuk berbagai makhluk hidup menerima polusi cahaya tersebut tidak setinggi itu. Pada ikan ambangnya 0,01 lux, pada tikus 0,03 lux dan pada manusia yang sensitif, sekitar 6 lux. Hasil ini telah dipublikasikan dalam jurnal Sustainability.

Ahli epidemiologi kanker Richard Stevens dari Fakultas Kedokteran Universitas Connecticut adalah pelopor di kajian tersebut, setelah mempelajari subjek ini selama 25 tahun.

Stevens adalah orang pertama yang berhipotesis bahwa peningkatan penggunaan cahaya buatan pada malam hari mungkin terkait dengan risiko kanker payudara yang lebih tinggi.

Stevens melihat hubungan antara cahaya buatan pada malam hari dan potensi dampak jangka pendek dan jangka panjangnya pada kesehatan.

Dia menyatakan bahwa penelitian menunjukkan pentingnya tidur dalam keadaan gelap di malam hari, tetapi sekarang kita harus fokus pada pentingnya kegelapan di malam hari.

“Titik penekanan untuk semua ini adalah bahwa sementara tidur sangat penting untuk kesejahteraan, demikian juga paparan gelap di malam hari menjadi sama pentingnya ,” tulisnya.

Pentingnya tidur akhirnya memasuki pemikiran dan praktik umum. Namun, pentingnya kegelapan masih sangat kurang dihargai.

Stevens menunjuk bukti yang mengaitkan cahaya sekitar di kamar tidur pada malam hari dan risiko depresi dan obesitas, serta banyak penelitian yang meneliti hubungan serupa dengan kanker payudara. Jika asosiasi itu bersifat kausal, kata dia, akan ada intervensi yang jelas dan mudah.

Dia menyarankan untuk membuat keadaan gelap dan menghilangkan semua sumber cahaya di kamar tidur, tidak peduli seberapa kecil.

Jika Anda membutuhkan lampu malam, menurut Stevens, lampu merah redup akan menyebabkan gangguan paling sedikit pada sistem sirkadian tubuh Anda.

Source : https://sains.kompas.com/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button
.