
GODISCOVER.CO.ID – Integritas peradilan seringkali diukur dari sejauh mana asas objektivitas ditegakkan oleh seorang hakim. Prinsip fundamental ini tengah menjadi sorotan, dengan Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 1555 K/Pid.Sus/2019 dijadikan sebagai studi kasus untuk menganalisis implikasi konkretnya terhadap kredibilitas lembaga peradilan.
Asas objektivitas menuntut seorang hakim untuk memutus perkara semata-mata berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dan bukti-bukti yang sah, tanpa dicemari oleh prasangka, kepentingan politik, tekanan pihak manapun, atau latar belakang para pihak yang berperkara. Ini adalah fondasi untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan yang imparsial.
Setiap putusan, terutama yang ditangani pada tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung, memiliki dampak luas terhadap citra dan kepercayaan publik terhadap peradilan. Sebuah putusan yang dinilai objektif akan memperkuat legitimasi hukum dan keyakinan masyarakat pada lembaga peradilan. Sebaliknya, putusan yang dianggap mengandung unsur subjektivitas tinggi berpotensi merusak kredibilitas dan menimbulkan persepsi ketidakadilan.
Analisis terhadap putusan ini menyoroti bagaimana penerapan (atau penyimpangan dari) asas objektivitas dapat mempengaruhi hasil akhir sebuah perkara. Kajian terhadap putusan semacam ini menjadi sangat penting untuk mengevaluasi konsistensi penegakan hukum dan sebagai bahan refleksi bagi aparat penegak hukum, khususnya hakim, dalam menjalankan tugasnya.
Pada akhirnya, asas objektivitas bukanlah sekadar wacana, melainkan pilar penopang wibawa peradilan. Analisis terhadap putusan-putusan penting seperti yang dilakukan pada Putusan MA No. 1555 K/Pid.Sus/2019 menegaskan bahwa kredibilitas peradilan dibangun dari setiap keputusan yang dihasilkan, yang harus senantiasa mencerminkan kejernihan, ketidakberpihakan, dan kesetiaan pada kebenaran hukum.